SETIAP KITA ADALAH PENGEMBAN MISI SUCI
SETIAP KITA ADALAH PENGEMBAN MISI SUCI
(Refleksi atas penyampaian materi Mission HMI pada LK I Kom Ilmu Sosial UM)
Sebagai organisasi mahasiswa Islam yang usianya hampir setara dengan usia Negara Kesatuan Republik Indonesia, lahir ditengah pergolakan politik, ideologi serta kondisi sosial masyarakat yang mengalami keterbelakangan dalam bidang pengetahuan dan juga ekonomi akibat dari lamanya penjajahan serta usia kemerdekaan yang masih belia. Ditengah hiruk pikuk kemerdekaan, HMI lahir dengan dua tujuan yaitu pertama mempertahankan NKRI dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia. Kedua menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam. Keduanya tujuan itu yang kemudian menjadi spirit dalam menjalankan roda organisasi. Spirit kebanggsaan / keindosiaaan dan spirit keumataan / keislaman. Kedua spirit itu layaknya dua saya burung garuda yang akan terus dikepakkan untuk menghantarkan masyarakat Indonesia menuju kemerdekaan hakiki sebagaimana yang dimaksud oleh Ibrahim Datuk Tan Malaka (MERDEKA 100%) atau suatu tatanan masyarakat adil makmur yang diridhai Allah Swt sebagaimana yang tercantum dalam tujua HMI itu sendiri. Dua spirit itu pulalah yang menjadi pegangan HMI dala mengajarkan kepada kader kadernya bahwa membicarakan tentang keindonesiaan adalah membicarakan keislaman itu sendiri ataupun sebaliknya. Keislaman dan keindonesiaan ibarat dua keping dalam mata uang logam. Pandangan seperti itu adalah pandangan dunia tauhid sebagaimana sering diuraikan bahkan sangat ditekankan oleh dalam karya-karya Cak Nur bahwa Tauhid seharusnya menjadi landasan dalam berpikir dan bertindak juga Dr. Ali Syariati dalam beberapa karyanya yang menekankan pandangan dunia tauhid sebagai pijakan dan pegangan dalam beraktivitas yang dari pandangan dunia tauhid itu meniscayakan penolakan terhadap pandangan dunia yang materialis juga pandangan dunia dualis.
Misi Suci
Kembali kepada misi yang diemban oleh setiap kader HMI, HMI dalam sejarah berdirinya juga menjadi Islam sebagai sumber nilai dan juga tujuan. Sehingga setiap proses perkaderan dalam HMI tetap memperhatikan nilai-nilai Islam, pembinaan kader HMI (Insan akademis, insan pencipta dan insan pengabdi) selalu menjadikan manusia suci Rasulullah Saw dan manusia suci lainnya (para aulia dan para wali yang telah menorehkan perjuangan dan pengorbanan dan pengabdiannya dalam sejarah peradaban Islam) sebagai patokan dan teladan. Juga pertanggungjawaban atas terwujudnya masyarakat adil makmur tentu juga selalu memperhatikan contoh -contoh masyarakat yang pernah ada dan bahkan dari sekian peradaban masyarakat yang pernah ada, HMI memiliki formula atau pandangan tersendiri tentang kriteria dan karakter masyarakat adil makmur sebagaimana yang sering menjadi pembahasan dalam setiap pelatihan pelatihan HMI utamanya pada pokok pembahasan tentang Individu dan masyarakat. Formulasi pandangan itu bukanlah tanpa sadar dan juga dasar, karena HMI memiliki pahaman bahwa manusia memiliki kehendak untuk menentukan dan membangun masa depannya.
Ilmu Sosial Profetik
Sebagai seorang misionaris mengemban misi HMI maka tugas yang dilakukan oleh setiap kader HMI adalah melanjutkan misi kenabian dalam artian memberikan pendidikan memberikan pemahaman dan pembimbingan kepada umat untuk tetap menjadikan Islam sebagai sumber nilai dan tujuan. Dengan berpegang pada beberapa karakter dasar atau identitas seperti menjadikan mahasiswa sebagai sasaran pembinaan, bersifat independen -keterkaitan dan ketundukan hanya pada kebenaran (pandangan dunia tauhid) bebas dari underbow organisasi sosial politik manapun, dengan sifat independen itu pula HMI menerima mahasiswa dengan beragam latar belakang suku, etnis, ideologi dan bahkan mazhab teologi manapun. Bahkan dengan sifat independen yang demikian HMI membuka ruang kajian terhadap semua mazhab ideologi dan teologi, sehingga bisa disederhanakan bahwa HMI berdiri diatas semua golongan tersebut. Dengan dasar ini pula, dalam menghadapi setiap persoalan keumatan dan kebangsaan yang terjadi saat ini, HMI bisa hadir dengan konsep dan gagasannya sebagai penengah bahkan bukan mustahil HMI bisa menjadi wadah pemersatu dan penyatuan dua organisasi besar di Indonesia yaitu Muhammadiyah dan NU. Sejumlah agenda perubahan itu jika dilakukan secara sadar, terarah dan sistematis. Prof. Kuntowijoyo Kesadaran memberikan enam kriteria kesadaran yang diperlukan oleh setiap individu dan masyarakat dalam melakukan ijtihad agar rumusan gagasan yang dihasilkan dalam upaya melanjutkan misi kenabian serta upaya perbaikan masyarakat yang dihasilkan nanti tidak ketinggalan zaman. Enam macam kesadaran yang dimaksud olehnya yaitu pertama kesadaran tentang perubahan, kedua kesadaraan kolektif, ketiga kesdaraan sejarah, keempat kesadaran tentang fakta sosial, kelima kesadaran tentang masyarakat abstrak dan keenam kesadaran tentang perlunya objektikasi. Ilmu sosial profetik yang digagas oleh Prof. Kuntowijoyo juga bisa menjadi metodologi untuk melakukan objektikasi terhadap setiap kesadaran diatas.
Kesadaran akan pentingnya misi suci tersebut (pelanjut misi kenabian) membuat setiap kader HMI senantiasa meningkatkan kualitas dirinya dimulai dari basic training, intermediate training dan advance training serta pelatihan lainnya atau juga dilakukan secara kelompok maupun individual. Sederhananya kesadaran akan tugas kenabian itu bisa kita wujudkan dalam setiap pikiran, tindakan dan bahkan setiap hembusan nafas karena setiap kita adalah pengemban misi suci.
Terima kasih
Kasim Adam
(Ketua BPL HMI KORWIL JATIM)
Muharram 1440 H
(Refleksi atas penyampaian materi Mission HMI pada LK I Kom Ilmu Sosial UM)
Sebagai organisasi mahasiswa Islam yang usianya hampir setara dengan usia Negara Kesatuan Republik Indonesia, lahir ditengah pergolakan politik, ideologi serta kondisi sosial masyarakat yang mengalami keterbelakangan dalam bidang pengetahuan dan juga ekonomi akibat dari lamanya penjajahan serta usia kemerdekaan yang masih belia. Ditengah hiruk pikuk kemerdekaan, HMI lahir dengan dua tujuan yaitu pertama mempertahankan NKRI dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia. Kedua menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam. Keduanya tujuan itu yang kemudian menjadi spirit dalam menjalankan roda organisasi. Spirit kebanggsaan / keindosiaaan dan spirit keumataan / keislaman. Kedua spirit itu layaknya dua saya burung garuda yang akan terus dikepakkan untuk menghantarkan masyarakat Indonesia menuju kemerdekaan hakiki sebagaimana yang dimaksud oleh Ibrahim Datuk Tan Malaka (MERDEKA 100%) atau suatu tatanan masyarakat adil makmur yang diridhai Allah Swt sebagaimana yang tercantum dalam tujua HMI itu sendiri. Dua spirit itu pulalah yang menjadi pegangan HMI dala mengajarkan kepada kader kadernya bahwa membicarakan tentang keindonesiaan adalah membicarakan keislaman itu sendiri ataupun sebaliknya. Keislaman dan keindonesiaan ibarat dua keping dalam mata uang logam. Pandangan seperti itu adalah pandangan dunia tauhid sebagaimana sering diuraikan bahkan sangat ditekankan oleh dalam karya-karya Cak Nur bahwa Tauhid seharusnya menjadi landasan dalam berpikir dan bertindak juga Dr. Ali Syariati dalam beberapa karyanya yang menekankan pandangan dunia tauhid sebagai pijakan dan pegangan dalam beraktivitas yang dari pandangan dunia tauhid itu meniscayakan penolakan terhadap pandangan dunia yang materialis juga pandangan dunia dualis.
Misi Suci
Kembali kepada misi yang diemban oleh setiap kader HMI, HMI dalam sejarah berdirinya juga menjadi Islam sebagai sumber nilai dan juga tujuan. Sehingga setiap proses perkaderan dalam HMI tetap memperhatikan nilai-nilai Islam, pembinaan kader HMI (Insan akademis, insan pencipta dan insan pengabdi) selalu menjadikan manusia suci Rasulullah Saw dan manusia suci lainnya (para aulia dan para wali yang telah menorehkan perjuangan dan pengorbanan dan pengabdiannya dalam sejarah peradaban Islam) sebagai patokan dan teladan. Juga pertanggungjawaban atas terwujudnya masyarakat adil makmur tentu juga selalu memperhatikan contoh -contoh masyarakat yang pernah ada dan bahkan dari sekian peradaban masyarakat yang pernah ada, HMI memiliki formula atau pandangan tersendiri tentang kriteria dan karakter masyarakat adil makmur sebagaimana yang sering menjadi pembahasan dalam setiap pelatihan pelatihan HMI utamanya pada pokok pembahasan tentang Individu dan masyarakat. Formulasi pandangan itu bukanlah tanpa sadar dan juga dasar, karena HMI memiliki pahaman bahwa manusia memiliki kehendak untuk menentukan dan membangun masa depannya.
Ilmu Sosial Profetik
Sebagai seorang misionaris mengemban misi HMI maka tugas yang dilakukan oleh setiap kader HMI adalah melanjutkan misi kenabian dalam artian memberikan pendidikan memberikan pemahaman dan pembimbingan kepada umat untuk tetap menjadikan Islam sebagai sumber nilai dan tujuan. Dengan berpegang pada beberapa karakter dasar atau identitas seperti menjadikan mahasiswa sebagai sasaran pembinaan, bersifat independen -keterkaitan dan ketundukan hanya pada kebenaran (pandangan dunia tauhid) bebas dari underbow organisasi sosial politik manapun, dengan sifat independen itu pula HMI menerima mahasiswa dengan beragam latar belakang suku, etnis, ideologi dan bahkan mazhab teologi manapun. Bahkan dengan sifat independen yang demikian HMI membuka ruang kajian terhadap semua mazhab ideologi dan teologi, sehingga bisa disederhanakan bahwa HMI berdiri diatas semua golongan tersebut. Dengan dasar ini pula, dalam menghadapi setiap persoalan keumatan dan kebangsaan yang terjadi saat ini, HMI bisa hadir dengan konsep dan gagasannya sebagai penengah bahkan bukan mustahil HMI bisa menjadi wadah pemersatu dan penyatuan dua organisasi besar di Indonesia yaitu Muhammadiyah dan NU. Sejumlah agenda perubahan itu jika dilakukan secara sadar, terarah dan sistematis. Prof. Kuntowijoyo Kesadaran memberikan enam kriteria kesadaran yang diperlukan oleh setiap individu dan masyarakat dalam melakukan ijtihad agar rumusan gagasan yang dihasilkan dalam upaya melanjutkan misi kenabian serta upaya perbaikan masyarakat yang dihasilkan nanti tidak ketinggalan zaman. Enam macam kesadaran yang dimaksud olehnya yaitu pertama kesadaran tentang perubahan, kedua kesadaraan kolektif, ketiga kesdaraan sejarah, keempat kesadaran tentang fakta sosial, kelima kesadaran tentang masyarakat abstrak dan keenam kesadaran tentang perlunya objektikasi. Ilmu sosial profetik yang digagas oleh Prof. Kuntowijoyo juga bisa menjadi metodologi untuk melakukan objektikasi terhadap setiap kesadaran diatas.
Kesadaran akan pentingnya misi suci tersebut (pelanjut misi kenabian) membuat setiap kader HMI senantiasa meningkatkan kualitas dirinya dimulai dari basic training, intermediate training dan advance training serta pelatihan lainnya atau juga dilakukan secara kelompok maupun individual. Sederhananya kesadaran akan tugas kenabian itu bisa kita wujudkan dalam setiap pikiran, tindakan dan bahkan setiap hembusan nafas karena setiap kita adalah pengemban misi suci.
Terima kasih
Kasim Adam
(Ketua BPL HMI KORWIL JATIM)
Komentar
Posting Komentar