MODERNISASI ADALAH RASIONALISASI BUKAN WESTERNISASI
Modernisasi Adalah Rasionalisasi Bukan Westernalisasi (Buah Pikir Nurcholish Madjid)
Kasim Adam (Ketua Umum BPL HMI Badko Jawa Timur)
Namanya Nurcholish Madjid akrab disapa Cak Nur. Lahir dari akar genealogi santri, namanya kemudian hari dijelaskan oleh sebagai Cahaya murni yang mampu menembus sesuai dibalik benda. Mungkin dari nama itulah yang memengaruhi dan menegaskan jati dirinya sebagai seorang pembaharu pemikiran Islam Indonesia. Melahirkan banyak karya yang kemudian menjadi kontroversi, ia dihujat bahkan dicaci namun diam-diam banyak yang mengikuti.
Keunggulan dari karya yang dilahirkannya membuat beberapa lawan menjadi kawannya dan beberapa kawannya berpaling menjadi lawannya hanya karena belum memahami dengan baik maksud dari karya-karya yang ia lahirkan.
Melihat kondisi sosial politik dan kebangsaan yang ada pada saat itu, berdasarkan pembacaannya terhadap keadaan masa lalu dan pembacaannya terhadap masa depan, ia menawarkan modernisasi dalam artian perombakan cara berpikir dan bertindak (tata kerja) lama yang tidak akliah (rasional) menuju cara berpikir dan bertindak yang rasional.
Rasional yang ia maksud ditegaskan berbeda dengan rasionalisme dalam perspektif Mu'tazilah dan rasionalisme perspektif pemikir Barat (Eropa). Ia menawarkan rasionalitas perspektif Islam, rasio sebagai salah satu alat pengetahuan yang digunakan oleh manusia untuk menemukan kebenaran. Penggunaan rasio sebagai alat tentunya membutuhkan sumber pengetahuan maka dengan latar belakang santri (NU + Masyumi) ia menjadi Al Alquran dan Sunnah) sebagai sumber pengetahuan manusia dalam menemukan kebenaran. Setiap gagasan yang ia sampaikan hanyalah untuk mengajak dan menyadarkan umat Islam untuk melihat kemandekan- kemandekan dalam berpikir dan kreatifitas yang telah terpasang agar mengaktualisasikan potensi yang telah dikaruniai Tuhan (akal pikiran manusia) dan juga dua pusaka Nabi Muhammad Saw. Keduanya perlu diselaraskan untuk membimbing umat manusia menuju kebenaran dan kesempurnaan. Mungkin karena metodologi dan bahasa yang ia gunakan melampaui batas zamannya, penggunaan metodologi yang menurutnya seperti daya tonjok psikologis seakan seperti tonjokan bagi generasi tua dizaman (masalah integrasi umat) dan menjadi angin segar bagi generasi muda dan sezamannya dengannya (keharusan pembaharuan pemikiran Islam). Kekeliruan penggunaan metode dan istilah yang melampaui zaman tersebut kelak ia sadari, namun hal itu telah terjadi sehingga ia meneruskan karya karya untuk menatap masa Islam dan Indonesia.
Kini ia telah pergi, meninggalkan sejumlah karya untuk generasi penerus umat dan bangsanya. Yayasan Paramadina yang ia dirikan sebagai wadah untuk menyalurkan ide-idenya kini seakan menjadi tempat hidup dan matinya pemikiran beliau. HMI dan KAHMI juga sebagai organisasi yang dibesarkannya nyaris tak terdengar untuk dikatakan tidak ada aktivitas dan kegiatan yang menjadikan pemikiran Cak Nur sebagai pijakan dalam menyikapi setiap fenomena keumatan dan kebangsaan.
Malang, 6 September 2018
Kasim Adam (Ketua Umum BPL HMI Badko Jawa Timur)
Namanya Nurcholish Madjid akrab disapa Cak Nur. Lahir dari akar genealogi santri, namanya kemudian hari dijelaskan oleh sebagai Cahaya murni yang mampu menembus sesuai dibalik benda. Mungkin dari nama itulah yang memengaruhi dan menegaskan jati dirinya sebagai seorang pembaharu pemikiran Islam Indonesia. Melahirkan banyak karya yang kemudian menjadi kontroversi, ia dihujat bahkan dicaci namun diam-diam banyak yang mengikuti.
Keunggulan dari karya yang dilahirkannya membuat beberapa lawan menjadi kawannya dan beberapa kawannya berpaling menjadi lawannya hanya karena belum memahami dengan baik maksud dari karya-karya yang ia lahirkan.
Melihat kondisi sosial politik dan kebangsaan yang ada pada saat itu, berdasarkan pembacaannya terhadap keadaan masa lalu dan pembacaannya terhadap masa depan, ia menawarkan modernisasi dalam artian perombakan cara berpikir dan bertindak (tata kerja) lama yang tidak akliah (rasional) menuju cara berpikir dan bertindak yang rasional.
Rasional yang ia maksud ditegaskan berbeda dengan rasionalisme dalam perspektif Mu'tazilah dan rasionalisme perspektif pemikir Barat (Eropa). Ia menawarkan rasionalitas perspektif Islam, rasio sebagai salah satu alat pengetahuan yang digunakan oleh manusia untuk menemukan kebenaran. Penggunaan rasio sebagai alat tentunya membutuhkan sumber pengetahuan maka dengan latar belakang santri (NU + Masyumi) ia menjadi Al Alquran dan Sunnah) sebagai sumber pengetahuan manusia dalam menemukan kebenaran. Setiap gagasan yang ia sampaikan hanyalah untuk mengajak dan menyadarkan umat Islam untuk melihat kemandekan- kemandekan dalam berpikir dan kreatifitas yang telah terpasang agar mengaktualisasikan potensi yang telah dikaruniai Tuhan (akal pikiran manusia) dan juga dua pusaka Nabi Muhammad Saw. Keduanya perlu diselaraskan untuk membimbing umat manusia menuju kebenaran dan kesempurnaan. Mungkin karena metodologi dan bahasa yang ia gunakan melampaui batas zamannya, penggunaan metodologi yang menurutnya seperti daya tonjok psikologis seakan seperti tonjokan bagi generasi tua dizaman (masalah integrasi umat) dan menjadi angin segar bagi generasi muda dan sezamannya dengannya (keharusan pembaharuan pemikiran Islam). Kekeliruan penggunaan metode dan istilah yang melampaui zaman tersebut kelak ia sadari, namun hal itu telah terjadi sehingga ia meneruskan karya karya untuk menatap masa Islam dan Indonesia.
Kini ia telah pergi, meninggalkan sejumlah karya untuk generasi penerus umat dan bangsanya. Yayasan Paramadina yang ia dirikan sebagai wadah untuk menyalurkan ide-idenya kini seakan menjadi tempat hidup dan matinya pemikiran beliau. HMI dan KAHMI juga sebagai organisasi yang dibesarkannya nyaris tak terdengar untuk dikatakan tidak ada aktivitas dan kegiatan yang menjadikan pemikiran Cak Nur sebagai pijakan dalam menyikapi setiap fenomena keumatan dan kebangsaan.
Malang, 6 September 2018
Komentar
Posting Komentar