EPISTEMOLOGI TANDA (Menyingkap Tanda Meraih Kebijaksanaan)

EPISTEMOLOGI TANDA (Menyingkap Tanda Meraih Kebijaksanaan)
Oleh Kasim Adam
(Koordinator JAKFI Malang)


Alhamdulillah
Sebagaimana pembahasan pada materi Ideologi, Pandangan Dunia dan Epistemologi. Kita telah mendudukkan bahwa setiap ideologi pasti memiliki pandangan dunia dan setiap pandangan dunia (kesimpulan tentang alam, manusia, masyarakat dan sejarah)  pasti berlandaskan pada pengetahuan. Pengetahuan tentang alam, manusia, masyarakat dan sejarah.

Manusia dalam hubungan dengan pengetahuan, dengan perantara panca indra dan rasio apakah hanya menangkap sisi material dari dari objek -objek yang ditangkap oleh kedua alat pengetahuan tersebut atau ada sisi lain yang ditangkapnya.

Manusia dan hubungannya dengan pengetahuan tentang berbagai hal, dalam hubungan pengetahuan tentang dengan dirinya sendiri, dengan manusia lainnya, dengan alam semesta apakah hanya akan selesai pada hal-hal yang tampak atau lahiriah atau akan mencoba mencapai lebih dari itu?  sedangkan gerak untuk mengetahui atau rasa ingin tahu (kepoisme dalam bahasa gaulnya) merupakan suatu yang fitrah atau dorongan alamiah dalam diri manusia.

Belakangan ini banyak sekali peristiwa yang melanda Indonesia, baik itu peristiwa bencana alam seperti yang terjadi di Lombok NTB, Palu dan Donggala, peristiwa aksi berjilid -jilid dan juga banyak peristiwa dan fenomena lainnya baik dari sisi sosial, politik, ekonomi, pendidikan budaya dan lainnya. Pada semua peristiwa itu kita tentu bertanya apa penyebabnya dan mencoba mencari tahu dan mendapatkan jawaban serta hikmah apa yang bisa ditangkap dari setiap peristiwa itu.

Begitu juga dalam kehidupan sehari - hari seringkali kita temukan ungkapan "setiap kejadian itu ada hikmahnya" atau "ambillah hikmah dari setiap kejadian dan peristiwa itu". Maka bagaimanakah tahapannya agar manusia bisa menyingkap hikmah tersebut? Jika kemungkinan untuk mendapatkan hikmah tersebut adalah suatu kemustahilan lantas bagaimana mengarahkan rasa ingin tahu tersebut atau bagaimana menangkap hikmahnya, sedangkan menyingkap hikmah atau kebijaksanaan bukankah itu merupakan suatu cita-cita purba setiap manusia? Dan apakah kemustahilan menyingkap hikmah tersebut bukankah menjadi suatu penderitaan bagi jiwa manusia?

Dalam kehidupan sehari -hari kita temukan kadang seseorang memberikan senyuman pada kita baik itu oleh perempuan kepada laki-laki maupun sebaliknya dari laki-laki kepada perempuan, terhadap senyuman yang diberikan itu bagaimana kita menyikapi atau meresponnya dan menyingkap maknanya, akankah kita maknai sebagai suatu bahasa komunikasi yang jujur antar setiap manusia atau kita akan memaknai sebagaimana maunya kita atau sebagaimana maunya perasaan kita.

Begitu juga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, pada momentun politik kali ini banyak sekali para yang memberikan beraneka ragam tanda kepada masyarakat Indonesia pada umumnya juga pada daerah pemilihannya masing-masing. Begitu juga yang dilakukan oleh presiden Republik Indonesia, apakah hal-hal yang dilakukan itu merupakan suatu tugas sebagaimana seorang presiden atau upaya membangun citra agar dapat meraih simpati positif dari masyarakat. Beragam fenomena itu membuat pemaknaaan dan penyingkapan yang berbeda - beda. Ada yang menyingkapi secara positif (penerimaan ) dan ada pula yang negatif (penolakan).

Epistemologi tanda adalah berkaitan dengan sisi lain dari rasio (dimensi kelima rasio atau akal atau rasio sebagai sumber pengetahuan)  yang berfungsi melakukan perluasan terhadap setiap peristiwa atau kejadian atau fenomena yang terjadi di alam yang ditangkap disaksikan oleh panca indra manusia .

Pengetahuan tanda melewati bukan hanya tergolong pengetahuan ilmiah, logika, rasional serta eksperimental. Sebagaimana tanda pasti menandakan sesuatu. Epistemologi tanda adalah bagaimana menyingkap sesuatu dibalik tanda, menyingkap tanda dibalik tanda, menyingkap gambaran dibalik gambaran, menyingkap pengetahuan dibalik pengetahuan.

Bahkan Epistemologi tanda bukan hanya sekedar dari itu (bukan hanya menyingkap sisi ilmiah dan rasional) dengan dimensi kelima rasio atau akal (rasio sebagai sumber), dengan akal tersebut manusia bisa menyingkap lebih dari itu.

Dengan perumpamaan cermin, cermin hanya menangkap atau memyingkap sisi material yang ada didepannya sedang rasio manusia bisa lebih dari hal tersebut Karena rasio mempunyai kemampuan untuk memantulkan atau memyingkap berbagai makna yang terkandung pada setiap objek atau setiap peristiwa. Rasio bisa mengetahui kesalahan dalam proses pemyimpulan setiap peristiwa dan kejadian serta mempunyai kemampuan untuk memperbaiki kesalahan tersebut, rasio bisa memperluas dan menjadikan apa yang ditangkap dari alam atau dari yang terbatas menjadi tak terbatas dan melakukan pendalaman.

Al Quran sebagai salah satu sumber pengetahuan manusia menyatakan bahwa alam semesta (alam material) sebagai TANDA untuk memperoleh pengetahuan yang non material / metafisika. Ayat - ayat dalam Al Quran juga merupakan TANDA. Maka dengan dimensi kelima rasio atau akal (rasio sebagai sumber), kita menggunakannya untuk menyingkap hal - hal yang non material pada hal-hal yang material.

Dengannya kita ingin melihat sesuatu itu sebagai adanya bukan sebagaimana maunya, karena benci dan cinta yang tidak ditempatkan pada tempatnya justru menjadi hijab bagi manusia untuk menyingkap realitas sebagaimana adanya atau mengambil hikmah dan kebijaksanaan dari setiap peristiwa dan kejadian yang dihadapinya.

Wallahu a'lam bissawab

Salam dan shalawat untuk Rasulullah Saaw, Keluarganya yang suci dan para sahabat setianya

Komentar

Postingan Populer