SPIRIT AL HUSSAIN, VITAMIN PERJUANGAN HMI
SPIRIT AL HUSSAIN, VITAMIN PERJUANGAN HMI*
Oleh Kasim Adam**
Sebagai salah organisasi mahasiswa Islam terbesar dan tertua di Indonesia, HMI dalam menjalankan roda organisasi tentu selalu melakukan regenerasi, proses pergantian generasi satu ke generasi berikutnya baik lewat momentun pelantikan pada saat latihan kader maupun pada saat pelantikan pengurus. Pada hakikatnya jika ingin menelisik lebih dalam lagi dalam sejarah perjalanan manusia, proses pembentukan dan pergantian generasi bukanlah suatu hal yang baru karena proses pembentukan generasi itu bisa katakan ia purba bahkan sama purbanya dengan manusia itu sendiri.
Melalui sebuah proses regenerasi inilah akan terlihat seperti apa para penerus organisasi HMI kedepannya. Pada pundak generasi baru itulah upaya untuk melakukan pembinaan baik secara kelompok maupun individu dan demi tercapainya tujuan HMI serta masa depan keberadaan HMI ditentukan. Kebaruan mereka sebagai anggota dan kader HMI, tentu kita mengharapkan membawa semangat yang baru, semangat perbaikan organisasi setelah melewati tahapan evaluasi dan perbaikan sebelumnya juga semangat untuk terus melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas diri sebagai bagian dari upaya penyempurnaan organisasi dan juga diri sendiri.
Sejatinya semangat baru itu harus ada dalam setiap diri anggota dan kader, meskipun diskursus tentang kebaruaan apakah ia secara niscaya ada dalam diri manusia atau ia hadir karena faktor luar. Artinya haruskah semangat baru itu hanya ada pada saat awal mula masuk HMI dan pada saat pelantikan sebagai pengurus ataukah ia selalu mengalir dan menemani perjalanan hidup seorang kader HMI sejak ia mendeklarasikan dirinya sebagai seorang anggota HMI.
Perdebatan tentang barunya sesuatu dengan lamanya sesuai cukup menarik dalam perjalanan sejarah manusia utamanya antara kaum teolog dan kaum filosof. Sebagian mengatakan bahwa barunya sesuatu itu adalah sebelum sesuatu itu ada adalah tiada atau keberadaannya didahului oleh ketiadaan dan lamanya sesuatu itu adalah sesuatu itu senantiasa ada dan tidak pernah tiada atau keberadaannya tidak didahului oleh ketiadaan atau sederhananya para filsuf mendefinisikan bahwa "hadis/baru" adalah eksistensinya didahului oleh ketiadaan eksistensinya dan "qadím/lama" adalah eksistensinya tidak didahului ketiadaan eksistensinya. Sehingga hal ini apabila kita hubungkan dengan semangat dalam menjalankan organisasi apakah semangat itu ada ketika kita menjadi anggota dan kader bahkan baru ada ketika kita menjadi seorang pengurus ataukah HMI secara organisasi selalu memiliki semangat baru sehingga siapapun yang berposes didalam HMI apabila dalam menyelaraskan semangat baru dalam dirinya dan semangat organisasi maka ia akan terlahir menjadi seorang pembaharu sebagaimana dalam catatan sejarah bahwa HMI dalam setiap zamannya selalu melahirkan para pembaharu salah satunya adalah Nurcholish Madjid atau biasa disapa Cak Nur yang dianggap sebagai penarik gerbong lokomotif pembaruan pemikiran Islam Indonesia.
Hal yang tak kalah penting dalam pembahasan tentang baru dan lamanya semangat dalam berorganisasi ialah tentang konstan atau tetap dan berubah - ubahnya semangat dalam menjalankan roda organisasi baik sebagai seorang anggota, kader maupun seorang pengurus bahkan kelak menjadi seorang alumni HMI. Karena sering kita temukan dalam kehidupan berorganisasi, ada yang semangat sangat tinggi pada saat Latihan Kader I (LK I) namun setelah hilang tanpa ada kabar lagi setelah pasca LK I, artinya kita tidak lagi menemukan kehadiran dan semangat mereka dalam kegiatan selanjutnya seperti follow up, up grading maupun aktivitas organisasi HMI lainnya bahkan tak jarang peserta terbaik pada LK I justru tidak aktif setelah LK I, begitu juga pada pengurus semangat dan senyum bahagia yang kita saksikan pada saat momen pelantikan tak lagi kita saksikan pada rapat - rapat organisasi serta pada pojok pojok komisariat dengan kegiatan membaca, berdiskusi, mengatur strategi dan bahkan aksi.
Tentu secara ideal kita berharap bahwa senyum bahagia, derai tawa dan canda ceria pada semua pengurus bisa dijaga dan dipertahankan sejak awal pelantikan, dalam menjalankan roda organisasi sampai pada momen akhir evaluasi rapat anggota komisariat (RAK). Dalam contoh kasus alumni HMI sering kali kita temukan semangat keHMIan, utamanya semangat keislaman dan keindonesian tidak lagi merasuk kedalam aktivitas keseharian mereka bahkan sebagian dari mereka secara tindakan justru berbanding terbalik dengan semangat nilai nilai yang ada di dalam HMI.
Dalam menjaga dan mempertahankan semangat dalam menjalankan roda organisasi, penulis ingin mengajak pembaca untuk mengenal semangat Al Hussain (Spirit Asyura dan Karbala) sebagai salah satu alternatif yang bisa dijadikan pegangan atau menjadi salah satu vitamin bagi setiap anggota, kader dan bahkan alumni HMI dalam menjalankan roda organisasi dan dalam kehidupan pribadi, kehidupan bermasyarakat, kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.
Walaupun sudah 14 abad telah berlalu, kisah yang pengorbanan Imam Husein as di hari asyura dan di padang Karbala membawa pesan yang abadi dan selalu relevan, tujuannya adalah menjaga keberlansungan agama Rasulullah Saaw, membela kebenaran dan keadilan akan menghasilkan kemenangan.
Banyak buku sudah dituliskan tentang peristiwa tersebut, juga banyak tokoh yang menjadikan kisah pengorbanan Imam Husein as sebagai spirit perjuangan mereka diantaranya adalah Soekarno, Mahatma Gandhi, Che Guevara, Dalai Lama.
Sebagai anggota, kader pengurus dan juga alumni HMI, yang mana oleh Cak Nur dikatakan bahwa HMI adalah instrumental value sedang Islam adalah fundamental value, maka tidaklah salah kiranya kita mengambil spirit Al Hussain dari peristiwa peristiwa Asyura, terutama dengan slogan yang cukup terkenal yaitu "Setiap Hari adalah Asyura dan Setiap Bumi adalah Karbala" (Kullu Yaumin Asyura wa Kullu Ardhin Karbala).
Kontekstualisasi slogan diatas dalam menjalankan organisasi untuk pencapaian tujuannya adalah Setiap hari adalah Asyura, bisa kita maknai sebagai setiap hari adalah waktu kita untuk terus belajar dan meningkatkan kualitas intelektual kita baik secara individu kelompok dan setiap tempat adalah Karbala bisa kita maknai sebagai setiap tempat dimana kita berada adalah medan perjuangan dakwah kita untuk mewujudkan tujuan HMI. Walaupun banyak rintangan dan ujian, serta pengorbanan berupa waktu, harta dan nyawa sekalipun adalah jalan perjuangan yang kita pilih untuk terus melakukan pembinaan terhadap setiap insan demi terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai oleh Allah Swt.
Wallahu'alam bi sawwab
* Rangkuman penyampaian Stadium General pada saat pelantikan pengurus HMI Cabang Malang Komisariat Mulla Shadra UNISMA dengan tema "Generasi Baru Semangat Baru guna Melanjutkan Tongkat Estafet Demi Tercapainya Kualitas Insan Cita"
** Ketua Umum HMI Komisariat Mulla Shadra UNISMA 2012-2013
Oleh Kasim Adam**
Sebagai salah organisasi mahasiswa Islam terbesar dan tertua di Indonesia, HMI dalam menjalankan roda organisasi tentu selalu melakukan regenerasi, proses pergantian generasi satu ke generasi berikutnya baik lewat momentun pelantikan pada saat latihan kader maupun pada saat pelantikan pengurus. Pada hakikatnya jika ingin menelisik lebih dalam lagi dalam sejarah perjalanan manusia, proses pembentukan dan pergantian generasi bukanlah suatu hal yang baru karena proses pembentukan generasi itu bisa katakan ia purba bahkan sama purbanya dengan manusia itu sendiri.
Melalui sebuah proses regenerasi inilah akan terlihat seperti apa para penerus organisasi HMI kedepannya. Pada pundak generasi baru itulah upaya untuk melakukan pembinaan baik secara kelompok maupun individu dan demi tercapainya tujuan HMI serta masa depan keberadaan HMI ditentukan. Kebaruan mereka sebagai anggota dan kader HMI, tentu kita mengharapkan membawa semangat yang baru, semangat perbaikan organisasi setelah melewati tahapan evaluasi dan perbaikan sebelumnya juga semangat untuk terus melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas diri sebagai bagian dari upaya penyempurnaan organisasi dan juga diri sendiri.
Sejatinya semangat baru itu harus ada dalam setiap diri anggota dan kader, meskipun diskursus tentang kebaruaan apakah ia secara niscaya ada dalam diri manusia atau ia hadir karena faktor luar. Artinya haruskah semangat baru itu hanya ada pada saat awal mula masuk HMI dan pada saat pelantikan sebagai pengurus ataukah ia selalu mengalir dan menemani perjalanan hidup seorang kader HMI sejak ia mendeklarasikan dirinya sebagai seorang anggota HMI.
Perdebatan tentang barunya sesuatu dengan lamanya sesuai cukup menarik dalam perjalanan sejarah manusia utamanya antara kaum teolog dan kaum filosof. Sebagian mengatakan bahwa barunya sesuatu itu adalah sebelum sesuatu itu ada adalah tiada atau keberadaannya didahului oleh ketiadaan dan lamanya sesuatu itu adalah sesuatu itu senantiasa ada dan tidak pernah tiada atau keberadaannya tidak didahului oleh ketiadaan atau sederhananya para filsuf mendefinisikan bahwa "hadis/baru" adalah eksistensinya didahului oleh ketiadaan eksistensinya dan "qadím/lama" adalah eksistensinya tidak didahului ketiadaan eksistensinya. Sehingga hal ini apabila kita hubungkan dengan semangat dalam menjalankan organisasi apakah semangat itu ada ketika kita menjadi anggota dan kader bahkan baru ada ketika kita menjadi seorang pengurus ataukah HMI secara organisasi selalu memiliki semangat baru sehingga siapapun yang berposes didalam HMI apabila dalam menyelaraskan semangat baru dalam dirinya dan semangat organisasi maka ia akan terlahir menjadi seorang pembaharu sebagaimana dalam catatan sejarah bahwa HMI dalam setiap zamannya selalu melahirkan para pembaharu salah satunya adalah Nurcholish Madjid atau biasa disapa Cak Nur yang dianggap sebagai penarik gerbong lokomotif pembaruan pemikiran Islam Indonesia.
Hal yang tak kalah penting dalam pembahasan tentang baru dan lamanya semangat dalam berorganisasi ialah tentang konstan atau tetap dan berubah - ubahnya semangat dalam menjalankan roda organisasi baik sebagai seorang anggota, kader maupun seorang pengurus bahkan kelak menjadi seorang alumni HMI. Karena sering kita temukan dalam kehidupan berorganisasi, ada yang semangat sangat tinggi pada saat Latihan Kader I (LK I) namun setelah hilang tanpa ada kabar lagi setelah pasca LK I, artinya kita tidak lagi menemukan kehadiran dan semangat mereka dalam kegiatan selanjutnya seperti follow up, up grading maupun aktivitas organisasi HMI lainnya bahkan tak jarang peserta terbaik pada LK I justru tidak aktif setelah LK I, begitu juga pada pengurus semangat dan senyum bahagia yang kita saksikan pada saat momen pelantikan tak lagi kita saksikan pada rapat - rapat organisasi serta pada pojok pojok komisariat dengan kegiatan membaca, berdiskusi, mengatur strategi dan bahkan aksi.
Tentu secara ideal kita berharap bahwa senyum bahagia, derai tawa dan canda ceria pada semua pengurus bisa dijaga dan dipertahankan sejak awal pelantikan, dalam menjalankan roda organisasi sampai pada momen akhir evaluasi rapat anggota komisariat (RAK). Dalam contoh kasus alumni HMI sering kali kita temukan semangat keHMIan, utamanya semangat keislaman dan keindonesian tidak lagi merasuk kedalam aktivitas keseharian mereka bahkan sebagian dari mereka secara tindakan justru berbanding terbalik dengan semangat nilai nilai yang ada di dalam HMI.
Dalam menjaga dan mempertahankan semangat dalam menjalankan roda organisasi, penulis ingin mengajak pembaca untuk mengenal semangat Al Hussain (Spirit Asyura dan Karbala) sebagai salah satu alternatif yang bisa dijadikan pegangan atau menjadi salah satu vitamin bagi setiap anggota, kader dan bahkan alumni HMI dalam menjalankan roda organisasi dan dalam kehidupan pribadi, kehidupan bermasyarakat, kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.
Walaupun sudah 14 abad telah berlalu, kisah yang pengorbanan Imam Husein as di hari asyura dan di padang Karbala membawa pesan yang abadi dan selalu relevan, tujuannya adalah menjaga keberlansungan agama Rasulullah Saaw, membela kebenaran dan keadilan akan menghasilkan kemenangan.
Banyak buku sudah dituliskan tentang peristiwa tersebut, juga banyak tokoh yang menjadikan kisah pengorbanan Imam Husein as sebagai spirit perjuangan mereka diantaranya adalah Soekarno, Mahatma Gandhi, Che Guevara, Dalai Lama.
Sebagai anggota, kader pengurus dan juga alumni HMI, yang mana oleh Cak Nur dikatakan bahwa HMI adalah instrumental value sedang Islam adalah fundamental value, maka tidaklah salah kiranya kita mengambil spirit Al Hussain dari peristiwa peristiwa Asyura, terutama dengan slogan yang cukup terkenal yaitu "Setiap Hari adalah Asyura dan Setiap Bumi adalah Karbala" (Kullu Yaumin Asyura wa Kullu Ardhin Karbala).
Kontekstualisasi slogan diatas dalam menjalankan organisasi untuk pencapaian tujuannya adalah Setiap hari adalah Asyura, bisa kita maknai sebagai setiap hari adalah waktu kita untuk terus belajar dan meningkatkan kualitas intelektual kita baik secara individu kelompok dan setiap tempat adalah Karbala bisa kita maknai sebagai setiap tempat dimana kita berada adalah medan perjuangan dakwah kita untuk mewujudkan tujuan HMI. Walaupun banyak rintangan dan ujian, serta pengorbanan berupa waktu, harta dan nyawa sekalipun adalah jalan perjuangan yang kita pilih untuk terus melakukan pembinaan terhadap setiap insan demi terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai oleh Allah Swt.
Wallahu'alam bi sawwab
* Rangkuman penyampaian Stadium General pada saat pelantikan pengurus HMI Cabang Malang Komisariat Mulla Shadra UNISMA dengan tema "Generasi Baru Semangat Baru guna Melanjutkan Tongkat Estafet Demi Tercapainya Kualitas Insan Cita"
** Ketua Umum HMI Komisariat Mulla Shadra UNISMA 2012-2013
Komentar
Posting Komentar